Malam semakin larut. Waktu pun telah menunjukkan pergantian
hari. Pukul 00.05 WIB saat kuselesai menuntaskan persiapan pembelajaran esok
hari. Saat akan memejamkan mata kuterganggu dengan bunyi suara motor yang
semakin nyaring. Para geng motor ternyata sedang memulai untuk berbalapan.
Mataku pun sulit untuk terlelap.
Rumahku yang hanya berjarak 20 meter dari jalan utama memang
sangat mudah terkontaminasi dengan suara jalan raya. Ditambah lagi para anggota
geng motor yang sudah bersiap untuk melakukan balapan. Namun, tiba-tiba ada
suara lantang tepat di depan rumahku berbunyi, ‘ada polisi, ada polisi lari..’.
Tak berapa lama suasana pun hening. Geng motor pun sudah berlarian entah
kemana. Akhirnya aku bisa memejamkan mata dengan nyaman.
Waktu subuh pun tiba. Suara adzan subuh membangunkanku.
Perlahan kubergegas menuju ke masjid. Shalat subuh pun bisa tertunaikan dengan
syahdu. Dan bersiap untuk segera berangkat ke sekolah, bertemu dengan murid.
Berangkat sekolah dan tiba di sekolah pukul 06.55, sesaat terngiang bagiku
memikirkan para geng motor yang sempat menggangu waktu tidurku semalam.
Geng motor memang menjadi sebuah sebab dan salah satu contoh
kenakalan remaja. Fenomena yang berkembang yaitu brutalnya geng motor dan
tindakan kriminal lainnya. Ada sebuah pemikiran untuk pemberdayaan mereka ke
arah kebaikan.
Mencari sebuah informasi pemberdayaan geng motor pada
peramban google, ternyata ada informasi yang menarik pemberdayaan mereka
melalui alat musik. Kubaca perlahan-lahan informasi tersebut akhirnya kudapati
sebuah informasi menarik tentang geng motor dan alat musik rongsokan.
Syaipul Bahri, nama yang mirip denganku. Panggilan Namanya
pun hampir mirip denganku di masa kecil, yaitu Ipul. Kalau sekarang panggilanku
Sae yaa.. Syaipul Bahri ini ternyata juga seorang guru sepertiku. Namun dirinya
bisa memberdayakan masyarakat dengan lebih baik, khususnya anak geng motor.
Berkat kegigihannya Ipul bisa mendapatkan penghargaan dari Astra tentang
pemberdayaan masyarakat yaitu geng motor dengan alat musik sederhana yaitu alat
musik yang berasal dari bahan rongsokan.
Kuceritakan hal ini agar bisa menginspirasi diriku dan juga
orang lain melalui tulisanku ini. Bisa kulanjutkan yaa… Ipul ini memanglah
bukan seorang musisi terkenal. Meskipun dirinya bisa memainkan alat music
seperti biola, bebane, djembe, tambor, darbuka, marwas dan sebagainya. Ipul
memang hanya giat berlatih bersama rekan-rekannya di beberapa sanggar seni di
Kundur. Bahkan Ipul ini juga tidak pernah mengenyam pendidikan musik ataupun
seni dengan professional. Ipul pernah ingin melanjutkan kuliah selepas tamat
SMA ke ISI (Institut Seni Indonesia) yang berada di Solo. Namun, urung
dilanjutkan. Hal tersebut ternyata karena kondisi ekonomi keluarganya yang
tidak berada. Ipul pun bekerja sebagai honorer di SDN 005 Tanjungbatu sebagai
staf tata usaha (TU), dan melanjutkan kuliah di Sendratasik Pekanbaru. Namun,
jiwa untuk berkesenian pada dirinya terus bertumbuh dengan dirinya ikut serta
pada sebuah sanggar dengan menggiatkan seni melayu. Ipul pun turut mendirikan
sebuah sanggar seni dan tari dan music Bernama Celutak Rhythm and Dance Studio
Tanjungbatu.
Awalnya, Ipul memang tidak (belum) berniat merubah sikap
kebaikan bagi anak-anak geng motor. Apalagi sampai memberdayakan anak-anak geng
motor dari generasi milenial tersebut. Saat sepulang dari sanggar, tiba-tiba
Ipul diberhentikan oleh Ketua RW lingkungan rumahnya. Pak RW pun banyak
bercerita kepada Ipul. Pak RW merasakan keresahan masyarakat dengan tindakan
brutal dari geng motor. Pak RW pun bercerita tentang banyaknya anak-anak
kampungnya yang bergabung ke geng motor. “Pak RW berkata kepada saya : Pul,
kamu kan aktif kegiatan di luar khususnya sanggar, coba bawa-anak kampung kita
ikut sanggar, daripada harus ikut geng motor yang meresahkan masyarakat,”
ungkap Syaipul menirukan perkataan RW kepadanya, dalam sebuah percakapan di
zoom pada Rabu, 3 Agustus 2023.
Ipul merasakan sebuah ajakan dan harapan Pak RW pada tahun
2015 silam langsung menghunjam hatinya. Ia langsung merasa ada panggilan jiwa
untuk membantu menjerumuskan anak-anak muda yang notabene geng motor untuk bisa
melakukan kegiatan yang positif. Namun, Ipul juga merasakan sedikit kegundahan
terkait kemampuan dirinya untuk mengelola dan memberdayakan orang lain.
Terlebih yang akan diajak untuk ke arah positif dan kebaikan yaitu generasi
muda. Ipul juga bergumam dalam hatinya dengan sedikit kepasrahan, ‘anak-anak
geng motor pastinya tidak akan tertarik dengan sanggar, mereka pasti akan lebih
menyukai musik modern.’
Kegundahan bercampur kepasrahan dan ketidakyakinan Ipul
hanyalah sebentar. Ipul kembali berpikir. Tak lama kemudian, Ipul yang saat itu
menjadi guru honor mendapatkan ide dan mengutarakan idenya tersebut kepada Pak
RW. “Saya punya ide membuat grup musik saja untuk anak-anak kampung kita, Pak,”
terang Ipul kepada Pak RW, dan langsung disetujui oleh Pak RW. “Bagaiman kalau grup
musik tersebut menggunakan barang rongsokan dan menggunakan beberapa alat music
yang saya punya seperti Biola dan Djembe, ya Pak?” Ipul meyakinkan Pak RW untuk
bisa bergerak mendukung gerakan menjerumuskan anak-anak kampungnya (yang sudah
banyak bergabung ke geng motor) untuk gabung ke grup musik yang bisa lebih baik
aktivitasnya.
Dengan semangat dukungan dari pak RW pula akhirnya, Ipul kembali
berpikir untuk bisa menambah alat musik lainnya dari barang rongsokan yang bisa
dijadikan alat musik yang harmonis. Ipul pun meminta izin kepada Pak RW untuk
membuat alat musik perkusi dengan meminjamkan drum yang dipergunakan untuk
memandikan jenazah milik persatuan jenazah Kampung Sari Poyo. “Pak RW turut
membantu meminjamkan drum, dan juga membantu mencarikan 10 biji ember cat dan gallon,
sedangkan saya mencari bamboo dan beberapa besi,” ungkap Ipul kepada Pak RW.
Kisah Ipul pun dilanjutkan dengan aktivitasnya mengumpulkan
para anak-anak muda kampung yang anggota geng motor. Ipul menjanjikan kepada
mereka untuk membuat grup musik perkusi yang menarik, penampilan memukau, dan
membakar semangat. Anak-anak muda yang berjumlah belasan itu pun akhirnya turut
bergabung. Dengan membantu beberapa alat yang juga mulai dikumpulkan. “Mereka
juga turut membantu dengan menyiapkan drum plastik yang untuk memandikan
jenazah, hingga kepada mencari ember cat bekas, dan sisanya stik dari potongan plastic
dan besi-besi bekas.” Untuk menambah harmonisasi musik semakin merdu dan
membakar semangat, Ipul juga turut mengajarkan dasar-dasar bermusik, dan juga
menambah alunan musik dari gesekan biola.
Kegiatan menjerumuskan seseorang kepada kebaikan tentu lebih
sulit dibandingkan menjerumuskan kepada keburukan (kejahatan). Namun, Ipul
sendiri menceritakan kepada media di zoom bahwa niatnya pasti akan ada pro dan
kontra. Terbukti pula, perkataan Ipul dengan menceritakannya kembali bahwa
kontranya memang lebih banyak. Namun usaha diiringi dengan doa berbuah manis
ketika geng motor mulai ada yang bergabung. Ipul pun mulai berusaha mengubah
mindset masyarakat bahwa yang dilakukan dengan alat musik dari barang rongsokan
hasilnya pun bisa bagus dan layak didengarkan dengan begitu harmonis. “Intinya
saya tidak terlalu menghiraukan itu, karena tujuan saya ingin membantu
anak-anak muda di kampung yang tadinya memiliki image jelek atau negative di
masyarakat dapat berubah menjadi positif.”
Syaipul Bahri dan Grup Perkusi Poyo Harmony bersama mantan Gubernur Kepri Nurdin Basirun (dok.Syaipul Bahri) |
Perlahan dan pasti. Akhirnya grup musik dari anak geng motor
yang mulai terjerumus kepada grup musik yang didirikan Ipul pun membuahkan
hasil. Penampilan perdana grup musik yang dibuat Ipul pun tampil pada acara
Sumpah Pemuda. “Saat penampilan perdana tersebut, anggotanya baru berjumlah 15
orang dan lagu yang dibawakan yaitu semuanya lagu nasional, tanggapan
masyarakat pun cukup luar biasa.” Dengan penampilan perdana tersebut justru
banyak mengubah mindset masyarakat. Terlebih anak-anak muda yang tadinya gabung
ke geng motor mulai berkurang dan bahkan menghilang. Anak-anak kampung yang
gabung di geng motor pun terjerumus kepada kebaikan dengan gabung kepada grup musik
yang didirikan Ipul.
Penampilan grup musik berikutnya pada sebuah acara MTQ.
Ternyata itu menjadi sebuah momen pencerahan kepada grup musik yang didirikan
Ipul. “Saat itu, ada Danlanal yang datang, dan menyambut baik dan tertarik
dengan penampilan grup musik, hingga MoU pun terjalin untuk mengisi acara-acara
dari Danlanal.” Ipul pun mengisahkan bahwa kejadian penandatanganan tersebut
terjadi pada 2016 akhir. Hingga kini pun masih berlanjut penampilan grup musik Poyo
Harmony pada acara-acara Danlanal tersebut. “Meskipun saya sudah pindah
mengajar ke SDN 14 Bandul Kecamatan Tasik Putri Putih Kabupaten Meranti, Riau
karena lulus CPNS pada tahun 2018, tapi penampilan mereka (grup musik yang
diberi nama Poyo Harmony oleh Ipul) masih berlanjut hingga kini.”
Dari grup musik Poyo harmony yang awalnya sedikit lalu ada
perekrutan pada tahun 2018. Ipul mengisahkan bahwa pada perekrutan awal di
tahun 2018 ada hampir 200 orang. Ipul Kembali membeberkan bahwa saat ini hanya
50 orang saja yang aktif karena sudah banyak yang pergi kuliah ke luar kampung.
Dari grup musik yang didirikan Ipul sendiri tidak mendapatkan income karena
memang niatnya kepada menjadikan anak-anak kampung bisa lebih bermanfaat dan
melakukan aktivitas positif di masa mendatang. Ipul akhirnya menerima
penghargaan SATU Indonesia Award 2021 tingkat Provinsi dengan tema : “Penyelamat
generasi Milenial Lewat Musik Rongsokan”.
Kisah Ipul, seorang pemuda yang terlahir pada 30 Juli 1991, begitu
mencerahkan bagiku. Dan berharap juga menjadi inspirasi dan motivasi untuk para
pembaca. Berawal dari situasi anak-anak muda geng motor yang meresahkan
masyarakat, lalu ada niat dan semangat Ipul untuk menjerumuskannya kepada
kebaikan. Akhirnya, kebahagiaan anak muda Indonesia tersebut di masa mendatang
pun begitu mencerahkan.